Rabu, 16 April 2014

ASTROLABE .PENINGGALAN ISLAM CIKAL BAKAL GPS




Tidak hanya melahirkan teknologi baru dalam sejarah peradaban Islam, namun
juga melahirkan saintis Muslimah pertama
dalam bidang komunikasi dan transportasi

                            
              Konon , astronomer dan ahli matematika asal Mesir, Claudius Ptolemy, merupakan orang pertama yang menulis tentang proyeksi dalam karyanya yang terkenal dengan Planisphaerium. Dia juga disebut-sebut oleh situs astrolabes.org, sebagai orang yang menyempurnakan gemoteri dasar dari system bumi-matahari yang di gunakan untuk merancang astrolabe di kemudian hari.
Namun tidak ada yang tahu persis kapan proyeksi stereografik benar-benar berubah menjadi instrument yang kita kenal sekarang sebagai astrolabe.

Astrolabe merupakan salah satu perangkat navigasi yang umumnya tidak besar. Bentuknya seperti bundar seperti jam saku dengan diameter 15 cm, meski ada beberapa yang dibuat dalam skala besar. Meski sejara astrolabe dimulai lebih dari dua ribu tahun yang lalu, tetapi prinsip-prinsip proyeksi astrolabe telah di kenal sebelum 150 SM.

Sebelum pembuatan astrolabe dipraktekkan dalam peradaban Islam, astronomi Islam atau Arab mengacu pada perkembangan astronomi yang di buat di dunia Islam. Khususnya selama masa keemasan Islam (antara 8 sampai 15 abad), dan sebagian besar ditulis dalam bahasa Arab. Inilah yang menyebabkan atronomi Islam kemudian memiliki pengaruh yang signifikan pada astronomi India, Bizantium dan Eropa serta astronomi Cina dan astronomi Mali.

Hal ini juga sejalan dengan penemuan astrolabe dalam dunia Islam, yang di perkenalkan petama kali sekitar pertengahan abad ke delapan Masehi. Di tangan umat Islam, astrolabe megalami perkembangan pesat. Ia kemudian diperkenalkan ke Eropa melalui Islam Spanyol (al-Andalus) pada awal abad ke-12. Itu merupakan instrument astronomi yang paling popular sampai sekitar tahun 1650, yang kemudian digantikan oleh instrument yang lebih khusus dan akurat. Astrolabe yang masih di haragai karena kemampuannya yang unik dan nilainya untuk pendidikan astronomi.

Selain itu, astrolabe merupakan penemuan yang sangat dihargai dalam Islam, karena kemampuannya untuk menentukan waktu shalat, membantu para pelaut dalam pelayaran, memperkirakan gerhana, dan mengukur bumi. Bahkan iadipakai sebagai alat bantu dalam menemukan arah ke Makkah (penentuan kiblat). Penting untuk dicatat ilmu falak adalah elemen yang sangat tertanam pada awal budaya Islam, dan ia merupakan salah satu prinsip dari pengunaan astrolabe.

Uniknya, ada sejumlah perbedaan gaya yang menarik antara astrolabe dari daerah timur Islam (Masriq), Afrika Utara (Magribi) dan Moor Spanyol (Andalusia). Astrolabe juga digunakan oleh Dinasti Mughal, India pada gaya yang kurang lebih rumit. Seperti contohnya, pada astrolabe Persia yang sangat kompleks. Menurut situs astrolabes.org, astrolabe merupakan sebuah computer astronomi yang sangat kuno untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan waktu dan posisi matahari dan bintang-bintang di langit.

Sejauh ini, jenis astrolabe yang paling popular adalah astrolabe planispheric, dimana falak diproyeksi ke bidang ekuator. Sebuah astrolabe tua yang khas terbuat dari kuningan dan ukuranya sekitar 6 inci (berdiameter 15 cm), meskipun ada yang dibuat jauh lebih besar dan lebih kecil.

                     Astrolabe digunakan untuk menunjukkan bagaimana langit terlihat di tempat tertentu pada waktu tertentu. Hal ini dilakakukan dengan menggambar langit pada muka astrolabe dan menandainya, sehingga mudah untuk menemukan posisi langit.
Untuk mengunakan Astrolabe, tingga menyesuaikan komponen yang bergerak ke tanggal dan waktu tertentu. Setelah di tetapkan, banyak benda dari langit, baik terlihat dan tak terlihat, terbaca di muka instrument. Hal ini memungkinkan banyak masalah astronomi besar yang harus diselesaikan dengan cara yang sangat visual.

Yang khusus dari penggunaan astrolabe yaitu mencari waktu siang atau malam untuk mengetahui peristiwa di langit, seperti matahari terbit atau terbenam dan sebagai referensi berguna untuk menentukan posisi langit.
Astrolabe juga merupakan salah satu alat pendidikan astronomi dasar di akhir abad pertengahan. Instrumen tua ini juga di gunakan untuk ilmu falak. Ada sumber lain menyebutkan, astrolabe bukan instrument khusus navigasi, meskupun alat ini sudah digunakan secara luas pada jaman Renaissans. Astrolabe yang digunakan pelaut hanyalah sebuag cicin yang ditandai oleh ukuran derajat untuk mengukur ketinggian langit.


LAHIRKAN SAINTIS MUSLIMAH PERTAMA
               
                     Astrolabe tidak hanya melahirkan teknologi baru dalam sejarah peradaban Islam, namun ia juga melahirkan saintis Muslimah pertama dalam bidang komunikasi dan transportasi, bernama Mariam Al-Asturlabi.
President Foundation For Science, Technology and Civilisation (FSTC), Prof Saleem al-Hassani dalam Harian Arab Times edisi November 2013, menyebutkan Mariam merupakan wanita Muslimah dan Arab pertama yang mengatur dasar untuk transportasi dan komunikasi dunia modern.
Dalam situs 1001 inventions, Mariam al-Asturlabi mempunyai nama lengkap Mariam al-Ijliya al-Asturlabi. Hanya saja di Barat nama belakangnya menjadi Astrulabi. Ayahnya meruakan pembuat astrolabe terkenal. Tidak dapat dipastikan kapan Mariam lahir, hanya saja ia diperkirakan sudah ada pada abad ke-10 atau sekitar tahun 944 M.

Semasa hudupnya, Mariam jiga menjadi murid ayahnya. Ia bekerja membangun astrolabe di sebuah daerah bernama Aleppo, Suriah Utara. Arab Times mencatat, Saif Al-Dawlah, penguasa saat itu yang bertanggung jawab memimpin negeri tersebut  dari tahun 944 M sampai 967 M, mempekerjakan Mariam saat itu.
Mariam tidak hanya membuat astrolabe yang komplit, namun juga membuat satelit dan mesin yang sudah terbilang canggih. Situs scienceinschool.org menyebutkan, astrolabe yang dibuat oleh Mariam merupakan tipe awal dari GPS atau Global Positioning System yang kini telah dikembangkan oleh dunia Barat. Eropa mengunakan astrolabe ini sampai abad 18. Dengan alat ini, Eropa sangat terbantu dalam penemuan geografis pada masa renaisans.


Sumber: Suara Hidayatullah













Sabtu, 15 Desember 2012

Rasul Mengusir Yahudi




               Sebelum Rasulullah Saw, hijrah ke Madinah, di kota itu telah hidup sejumlah kelompok masyarak Yahuni Bani Qainuqa, Bani Quraizhah, dan Bani Nadhir.

Pada awal kedatangan Rasul ke Madinah, orang-orang Yahudi itu berharap bisa mempengaruhi Rasul, sehingga akan dianggap bahwa kenabiannya adalah Bani Israil.  Namun upaya mereka menemui kegagalan, apalagi Rasul tidak henti-hrntinya mengajak mereka masuk Islam.  Untuk menjaga ketenangan Kota Madinah,  Rasul mengangkat perjanjian dengan orang-orang Yahudi dalam watsiiqah (piyagam) Madinah.

Namun, orang-orang Yahudi selalu berusaha mengkhianati perjanjian itu. Pengkhianatan pertama mereka terhadap piagam Madinah adalah ketika seorang wanita Muslimah datang membawa perhiasannya ke pasar Yahudi Bani Qainuqa.

Dia mendatangi tukang sepuh Yahudi untuk menyepuh perhiasannya. Sambil menunggu tukang sepuh menyelesaikan pekerjaannya, dia pun duduk.  Tiba-tiba sekelompok pemuda Yahudi mendekatinya sambil mengodanya untuk membuka penutup wajahnya,  "Hai, wanita Arab! Bolehkah kami lihat wajahmu yang cantik itu?  Bukalah penutup wajahmu !"

Namun, wanita Muslimah itu menolak. Dia berpaling dari pemuda Yahudi usil itu. Tanpa diketahuinya, si tukang sepuh Yahudi malah menyangkutkan ujung pakaian yang menutupi tubuh wanita Muslimah itu ke bagian punggunya.  Akibatnya, ketika wanita itu berdiri, tersingkaplah aurat bagian belakangnya.  Orang-orang Yahudi itu pun tertawa terbahak-bahak.

Sebaliknya, si wanita Muslimah menjerit,  "Tolong..., adakah kaum Muslim? tolonglah aku!"

Mendengar jeritan itu, salah seorang Muslim yang berada di pasar tersebut segera mendatangi tempat itu. Saat mengetahui masalahnya, dia berteriak marah,  "Celakalah kalian, wahai Yahudi! Kalian telah memgkhianatiPiagam Madinah.  Kalian telah menghina kehormatan seorang Muslimah!"

Si pemuda Muslim langsung meyerang tukang sepuh Yahudi dan membunuhnya saat itu juga. Namun, sekelompok pemuda Yahudi yang ada di situ berbalik mengeroyok dan membunuh pemuda Muslim.

Kejadian ini memicu peperangan antara Yaudi Bani Qainuqa` dan kaum Muslim.  Rasulullah Saw dan pasukan Islam berhasil mengepung dan memaksa mereka menyerah.  Atas desakan Abdullah bin Ubay, tokoh kaum munafik yang dahulu merupakan sekutu Yahudi,  Rasulullah Saw tidak membunuh Yahudi Bani Qainuqa` tetapi hanya mengusir mereka dari Madinah.

Kemudian. Yahudi Bani Qainuqa` pergi meninggalkan Madinah sebagai orang-orang yang terusir dan terhina karena mengkhianati Piagam Madinah.




Musuh Allah Masuk Islam



              Pada malam itu, Abu Sufyan gundah gulana. Dia merasa setelah kegagalanya memperbarui Perjanjian Hudaibiyah dengan kaum Muslim Madinah.  Abu Sufyan bingung bagaimana caranya agar kaum Quraisy bisa terselamatkan.

Saat kebingunggan seperti itu,  Abu Sufyan bertemu dengan Abbas bin Abdul Muththalib yang sedang menaiki bagal (keturunan kuda dan keledai) putih Rasul.
"Celaka engkau, wahai Abu Sufyan! Lihatlah olehmu! Rasulullah Saw. datang bersama ribuan kaum Muslim! Berhati-hatilah kaum Quraisy pada pagi hari nanti!"
"Bagaimana caranya menghindar dari semua itu?" tanya Abu Sufyan.
"Demi Allah, jika Rasul berhasil menangkapmu, dia pasti memenggal lehermu.  Oleh karena itu, naiklah di belakang begal ini! Aku akan membawamu ke tempat Rasulullah Saw..," jawab Abbas

              Abu Sufyan menaiki Begal itu. Di tenggah perjalanan, mereka berdua berjumpa dengan Umar Bin Khaththab.
"Abu Sufyan, musuh Allah!" seru Umar
Umar segera mengejar mereka. Namun, begal yang dipacu oleh Abbas lebih dahulu sampai ke tenda Rasulullah Saw.  Abbas dan Abu Sufyan masuk ke tempat Rasul hampir bersamaan dengan masuknya Umar bin Khaththab.
"Wahai Rasulullah, ini Abu Sufyan, musuh Allah! Izinkanlah aku untuk memenggal lehernya," kata Umar
"Aku telah berjanji untuk melindungi Abu Sufyan," kata Abbas
"Wahai Abbas, pergilah dengan Abu Sufyan ke tendah peristirahatanmu dan mengahaplah kepadaku esok hari!" kata Rasul.

             Keesokan harinya, Abbas membawa Abu Sufyan ke hadapan Rasulullah Saw. "Celakalah engkau Abu Sufyan! Apakah belum tiba saatnya bagimu untuk mengetahui  bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah?"
"Demi Allah, sungguh aku telah meyakini seandainya ada Tuhan selain Alah, maka Tuhan itu pasti mencukupiku dengan sesuatu," jawab Abu Sufyan berkilah
"Apakah belum tiba saatnya bagimu untuk mengetahui bahwa aku adalah utusan Allah?"tanya Rasul tegas
"Demi Allah, di hatiku, masih ada ganjalan hingga saat ini."
"Masuk Islamlah engkau sebelum aku yang akan memenggal kepalamu!"kata Abbas
Akhirnya, Abu Sufyan pun bersaksi dengan syahadat yang benar dan masuk Islam di hadapan Rasulullah Saw. dan para sahabatnya.




Jumat, 16 November 2012

Keserhanaan Umar bin Abdul Aziz




          Seorang perempuan Mesir datang ke Damaskus karena ingin bertemu dengan Khalifah Umar bin Abdul Aziz.  Dia bertanya-tanya, di manakah istana khalifah?  Setiap orang yang ditanyanya selalu menunjukkan ke arah yang sama, yaitu sebuah rumah yang sangat sederhana, jauh dari kesan mewah.
          Sampai di rumah yang dimaksud, perempuan Mesir itu  bertemu dengan seorang perempuan yang memakai pakaian lusih dan jelek. Tidak jauh dari perempuan itu, terlihat seorang lelaki sedang bergelimang tanah karena memperbaiki rumahnya.

        Perempuan Mesir itu bertanya setengah ragu, "Apakah di sini istana Khalifah Umar bin Abdul Aziz?"
"Benar,  "Jawab perempuan berbaju lusuh itu
"Siapakah engkau?" tanya perempuan Mesir lagi
"Aku .. Fathimah binti Abdul Malik, istri khalifah," jawab perempuan berbaju lusuh

         Saat mengetahui bahwa perempuan di hadapanya adalah Fathimah istri khalifah, perempuan Mesir itu terkejut luar biasa.  Mana mungkin, seorang permaisuri khalifah yang berkuasa memakai baju sejelk itu?
Dia merasa takut sekaligus kagum.  Akan tetapi, Fathimah pandai melayani sehingga tamu itu merasa suka dan tenang hatinya.

"Lalu, mengapa engkau tidak menutup diri dari lelaki tukang pasir itu?" tanya perempuan Mesir itu kepada Fathimah.
"Karena tukang angkut pasir itulah suamiku, Khalifah Umar bin Abdul Aziz, "jawab Fathimah sambil tersenyum.
Sekali lagi , tamu itu terkejut dan beristigfar.




Sang Sufi




                Seorang ulama sifi bernama Nidzam Al-Mahmudi tinggal di sebuah kampung terpencil, dalam sebuah sebuah gubuk kecil. Dia bersama istri dan anak-anaknya hidup dengan sangat sederhana.  Biarpun hidup dalam kesederhanaan, semua anaknya cerdas dan berpendidikan.

              Selain penduduk kampung itu, tidak ada yang tahu bahwa Midzan  Al-Mahmudi mempunyai kebun yang luas berhektar-hektar dan perniagaan yang maju di kota-kota besar. Dengan kekayaannya itu, dia bisa menghidupi ratusan keluarga yang bergantung kepadanya.

             Tingkat kesejahteraan para pegawainya bahkan jauh lebih tinggi ketimbang sang majikan. Namun Midzan Al-Mahmudi merasa bahagia dan damai menikmati perjalanan usianya.
"Mengapa ayah tidak membangun rumah yang besar dan indah?" tanya anaknya.
"Ada beberapa sebab mengapa ayah lebih suka menepati sebuah gubuk kecil, "jawab sang sufi,
"Pertama. karena betapapun besarnya rumah kita, yang kita butuhkan ternyata hanya tempat duduk dan berbaring.
             Rumah besar sering menjadi penjara bagi penghuninya.  Seharian, dia cuma mengurung diri sambil menikmati keindahan istananya.  Dia jauh dari masyarakatnya. Dia pun jauh dari alam bebas yang indah ini.  Akhibatnya, dia akan kurang bersyukur kepada Allah,"

             "Kedua, dengan menepati sebuah gubuk kecil, kalian akan cepat dewasa. Kalian ingin segera memisahkan diri dari orang tua supaya bisa menghuni rumah yang lebih luas.  Ketiga, kami dahulu hanya berdua, ayah dan ibu.  Kelak, akan berdua lagi setelah semua anak a berumah tangga.  Jika ayah dan Ibu menepati rumah yang besar, bukankah suasana sepi akan terasa lebih menyiksa?"

             Alangkah bijaknya sikap sang ayah yang tampak lugu dan polos itu. Dia seorang hartawan yang kekayaannya melimpah. Akan tetapi, keringatnya setiap hari selalu bercucuran. Dia ikut mencangkul dan menuai hasil kebunnya.
           "Anakku, jika ayah membangun sebuah istana indah, biayanya terlalu besar.  Biaya sebesar itu, kalau ayah pakai membangun rumah-rumah yang memadai untuk tempat tinggal, berapa banyak gelandangan bisa terangkat martabatnya menjadi warga terhormat?  Ingatlah, Anakku! Dunia ini disediakan oleh Allah untuk semua makluk-Nya.  Dunia ini juga cukup untuk memenuhi kebutuhan semua penghuninya.  Akan tetapi, dunia ini akan sempit dan terlalu sedikit, bahkan tidak cukup untuk menyejahterakan manusia, hanya karena keserakahan beberapa orang manusia."





Kisah Sa`id bin Amir




                Khalifah Umar bin Khathab mengangkat Sa`id bin Amir bin Huzaim sebagai gubernur kota Himsh.
"Wahai penduduk Himsh, apa pendapat kalian tentang Sa`id bin Amir?" tanya Umar
"Kami mengadukan empat perkara. Dia selalu keluar rumah untuk menemui kami setelah hari sudah siang.  Dia juga tidak mau menemui seorang jika malam hari.  Terus, sehari dalam satu bulan, dia tidak keluar rumah untuk menemui kami."

               "Apa yang keempat?"  tanya Umar
               "Beberapa hari ini, dia seperti orang yang akan meninggal, "Jawab mereka
Kemudian Umar bun Khathab meminta Sa`id bin Amir untuk menjelaskan keempat perbuatannya tersebut.
"Demi Allah, sebenarnya aku tidak suka mengungkapkan hal ini. Harap diketahui, keluragaku tidak mempunyai pembantu.  Sehingga, aku sendiri yang harus menggiling adonan roti. Aku duduk sebentar hingga adonan itu menjadi lumat, lalu membuat roti, mengambil wudhu, dan baru kemudian aku keluar rumah untuk menemui mereka.

               "Kedua, aku menjadikan siang hari bagi mereka dan menjadikan malam hari bagi Allah SWT, "jawab Sa`id.    Ketiga, aku tidak mempunyai seorang pembantu yang mencuci pakaianku. Disamping itu, aku pun tidak mempunyai pakaian pengganti yang lain. "Maksudnya, pada hari itu sa`id mencuci pakaian satu-satunya.
               "Keempat, aku pernah menyaksikan terbunuhnya Hubaib Al-Anshary di Makkah.  Aku melihat bagaimana kaum Quraisy mengiris-iris Hubaib yang lebih mengorbankan dirinya demi Rasulullah, lalu mereka membawa tubuhnya ke tiang gantungan.  Oleh karena itulah, barangkali keadaanku akhir-akhir ini seperti orang yang akan meninggal dunia, "jawab Sa`id

               Setelah itu Umar memberinya 1.000 dinar, "pergunakanlah uang  ini untuk menunjang tugas-tugasmu!" katanya
              "Segala puji bagi Allah yang telah memberikan kecukupan kepada kita atas tugas yang engkau emban ini," kata istri sa`id
               "Apakah engkau mau yang lebih baik lagi? Kita akan memberikan uang ini keoada orang yang lebih membutuhkannya daripada kita."
                "Boleh, "jawab istrinya

             Kemudian Sa`id memanggil salah seorang angota keluarganya yang bisa dipercaya.  lalu, dia memasukkan uang ke dalam beberapa bungkusan sambil berkata,  "Bawalah bungkusan ini dan berikan kepada janda keluarga Fulan, orang miskin keluarga fulan, dan orang yang terkena musibah keluarga Fulan! Kalau sisanya, segera disimpan!"
            "Mengapa engkau tidak membeli seorang pembantu?  Lalu, untuk apa sisa uang itu?" tanya istrinya
            "Sewaktu-waktu, tentu akan datang orang yang lebih membutuhkan uang itu, "jawab Sa`id





Umar yang Sederhana




                  Ketika Umar bin Khathab menjadi khalifah bagi kaum Muslim, dia menetapkan persyaratan ketat bagi aparat pemerintahannya.  Saat pengangkatan seorang gubernur, calon gubernur itu harus menandatangani pernyataan yang mensyaratkan dia harus mengenakan pakaian sederhana, makan roti kasar, dan setiap orang yang ingin mengadukan sesuatu kepadanya, orang itu bebas menghadapnya setiap saat.

                 Pada suatu hari, Gubernur Kufah datang mengunjungi Khalifah Umar di tempat tinggalnya.  Saat itu, khalifah sedang makan.  Ketika sang gubernur menyaksikan makanannya yang terdiri atas roti gersh dan minyak zaitun, dia pun bertanya,  "Wahai Amirul Mukminin, mengapa Tuan tidak makan roti dari gandum?"

                Dengan agak tersinggung dan nada murung,  Khalifah Umar balik bertanya,  "Apakah kamu pikir setiap orang di wilayah kekhalifahanku yang luas ini bisa mendapatkan gandum?"
                "Tidak, "jawab gubernur
                "Lalu, bagaimana aku bisa makan roti dari gandum?  Kecuali, jika itu bisa didapat dengan mudah oleh seluruh rakyatku,  "tambah Umar
Gubernur itupun merasa malu kepada Khalifah Umar bin Khatahab yang membiasakan hidup sederhanan.